Minggu, 16 Oktober 2011

MENGENAL UNIT PERAWATAN INTENSIF PSIKIATRI (UPIP) RS JIWA TAMPAN

Unit perawatan intensif psikiatri (UPIP)adalah suatu unit yang memberikan perawatan khusus kepada pasien-pasien psikiatri yang berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat. Di beberapa negara unit ini diterjemahkan sebagai unit kedaruratan ataupun unit akut yang pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu merawat pasien-pasien yang berada dalam kondisi membutuhkan intervensi segera. Pasien dengan kondisi ini adalah pasien-pasien dalam kondisi dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, seperti pasien dengan usaha bunuh diri, halusinasi, perilaku kekerasan, NAPZA, dan  waham.

Di Indonesia, istilah yang digunakan  adalah intensif karena merujuk kepada tindakan yang dilakukan kepada pasien, sedangkan istilah kedaruratan lebih merujuk kepada kondisi pasien. Sehingga pada situasi darurat pasien membutuhkan intervensi segera untuk mencegah situasi yang lebih buruk.

Untuk dapat dikatakan sebagai suatu kedaruratan situasi tersebut harus memiliki kriteria berikut:
· Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingkungan
· Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, kerusakan harta benda dan lingkungan
· Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap kehidupan, kesehatan,  harta benda atau lingkungan

Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien adalah skala GAF (General Adaptive Function) dengan rentang skor 1 – 30 skala GAF. Kondisi pasien dikaji setiap shift dengan menggunakan skor GAF. (tambahkan penjelasan ttg aksis V, sbr Stuart n Larai, 2005).
Pada keperawatan kategori pasien dibuat dengan skor RUFA (Respons Umum Fungsi Adaptif)/ GAFR (General Adaptive Function Response)  yang merupakan modifikasi dari skor GAF karena keperawatan menggunakan pendekatan respons manusia dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang adaptif. Keperawatan meyakini bahwa kondisi manusia selalu bergerak pada rentang adaptif dan maladaptif. Ada saat individu tersebut berada pada titik yang paling adaptif , namun di saat lain individu yang sama dapat berada pada titik yang paling maladaptif. Kondisi   adaptif dan maladaptif ini dapat dilihat atau diukur dari respons yang ditampilkan. Dari respons ini kemudian dirumuskan diagnosa Skor RUFA  dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien. Sehingga setiap diagnosa keperawatan memiliki kriteria skor RUFA  tersendiri.

Pada UPIP tindakan-tindakan intensif  dikategorikan berdasarkan tinggi rendahnya level kedaruratan yang dialami pasien. Secara umum ada tiga fase tindakan intensif bagi pasien yaitu: fase intensif I, II, dan III

· Fase intensif I (24 jam pertama)
Prinsip tindakan
:  life saving, Mencegah cedera pada pasien, orang lain dan lingkungan
Indikasi
: Pasien dengan skor 1-10 RUFA
Intervensi
:  observasi ketat, KDM, Terapi modalitas : terapi music
· Fase intensif II (24-72 jam pertama)
Prinsip tindakan
:  observasi lanjutan dari fase krisis (intensif I),  mempertahankan pencegahan cedera pada pasien, orang lain dan lingkungan
Indikasi
: Pasien dengan skor 11-20 RUFA
Intervensi
:  observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I,  terapi modalitas : terapi music dan olah raga
· Fase intensif III (72 jam-10 hari)
Prinsip tindakan
:  observasi lanjutan dari fase akut (intensif II),  memfasilitasi perawatan mandiri pasien
Indikasi
: Pasien dengan skor 21-30 RUFA
Intervensi
:  observasi dilakukan secara minimal, pasien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri,  terapi modalitas : terapi music, terapi olah raga, life skill therapy.

UPIP  RS Jiwa Tampan

UPIP RS JIwa Tampan di buka pada februari 2010. Jumlah rata-rata pasien yang masuk ke ruang UPIP hingga sekarang  65 orang/ bulan. Kapasitas tempat tidur 21 TT

Ketenagaan di UPIP terdiri dari:
1 orang Dokter Spesialis Jiwa, 1 Dokter Umum, 14 0rang perawat dan tenaga Satpam yang membantu mengamankan pasien dengan kondisi amuk.

Adapun pola penanganan di UPIP menggunakan pendekatan MPKP yang terdiri dari empat pilar yaitu : 
1. Pendekatan manajemen,
2. Compensatory reward,
3. Hubungan profesional,
4. Manajemen asuhan keperawatan




Jumat, 07 Oktober 2011

MENGAPA PASIEN SKIZOFRENIA SUKA MEROKOK?

Sering kita bertanya kenapa sih...pasien dengan gangguan jiwa kok suka merokok?..., bahkan ada yang kalau tidak dapat rokok...langsung marah-marah dan melakukan perilaku kekerasan.

Pasien-pasien gangguan kesehatan jiwa merupakan salah satu populasi tertinggi berhubungan dengan ketergantungan pada nikotin. Sekitar 50 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatri diketahui merokok sehari-harinya.
Sekitar 90 persen pasien skizofrenia juga merokok dan 70 persen pasien dengan gangguan bipolar juga merokok dalam kehidupan sehari harinya. Rokok juga erat dengan penggunaan zat adiktif lainnya. Dikatakan hampir 70 persen pengguna zat adiktif (alkohol, amfetamin, kokain dll) juga merokok.
Data mengatakan bahwa pasien dengan gangguan depresi dan gangguan cemas lebih sulit berhasil untuk berhenti merokok daripada yang tidak.

Teori Dasar
1. Teori keseimbangan dopamin (DA) dan asetilkolin (ACh). Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara neurotransmiter (NT) DA dan ACh. Bila diibaratkan timbangan maka terdapat keseimbangan antara bagian kiri dan kanan, tidak ada bagian yang satu melebihi bagian yang lain.

2. Pada gangguan skizofrenia terdapat ketidakseimbangan timbangan tersebut. Pada gangguan ini terdapat hiperaktivitas NT DA (jumlah DA yang sangat berlebihan sehingga menimbulkan gejala-gejala positif). Sedangkan kadar ACh menurun dibandingkan dengan DA.

Mengapa penderita skizofrenia merokok?
1. Teori Konvensional. Dikatakan bahwa kebiasaan menghisap rokok pada penderita skizofrenia berkaitan dengan penurunan gejala parkinsonisme yang diakibatkan oleh pengobatan dengan obat antipsikotik. Kemungkinan karena aktivasi neuron DA tergantung pada nikotin.

2. Teori Mutakhir. Dikatakan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi penurunan reseptor nikotin. Mengapa terjadi penurunan? Hal itu disebabkan kadar ACh yang berkurang sebagai akibat relatif dari kadar DA yang berlebihan (hiperaktivitas DA-ergik). Dalam hal ini NT yang terkait adalah alpha-7 nicotinic receptor. Reseptor alfa-7 ini terdapat baik pada prasinaps maupun pascasinaps neuron glutamat. Dengan merokok berarti meningkatkan kadar nikotin, artinya
    merangsang reseptor nikotin alfa-7 untuk bertambah banyak. Neuron prasinaps diaktivasi oleh nikotin sehingga mengeluarkan dalam jumlah besar berbagai macam NT yang pada akhirnya menyebabkan perubahan gene expression. Secara klinis menimbulkan rasa kenyamanan pada penderita skizofrenia.

3. Teori Lain. Antara lain teori pada pemakaian clozapin dan teori sitokrom P-450 isoenzim IA2.